KUALITAS LULUSAN

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.                Kualitas Lulusan
1.      Pengertian Kualitas Lulusan
Menurut Slamet dalam Idris (2005:53), berkaitan dengan mutu lulusan sekolah (output), dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan bermutu tinggi, jika prestasi sekolah khususnya prestasi belajar peserta anak didik, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam hasil kemampuan akademik, yaitu nilai ujian seperti Ujian Akhir Nasional (UAN) dan Ujian Akhir Sekolah (UAS).
Sudradjad (2005:17) menyatakan pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), lebih lanjut Sudradjat megemukakan pendidikan bermutu  adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan, merupakan suatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia, seperti administrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan profesional. Hal tersebut didukung pula oleh sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat serta lingkungan yang mendukung (Sudjana, 2005:6).
2.      Karaktersitik Kualitas Lulusan
Usman (2006:411) mengemukakan 13 (tiga) belas karakteristik yang dimiliki oleh mutu pendidikan yaitu:
1)      Kinerja (performa) yakni berkaitan dengan aspek fungsional sekolah meliputi: kinerja guru dalam mengajar baik dalam memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap, pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik dengan kinerja yang baik setelah menjadi sekolah vaforit,
2)      Waktu wajar (timelines) yakni sesuai dengan waktu yang wajar meliputi memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu, waktu ulangan tepat,
3)      Handal (reliability) yakni usia pelayanan bertahan lama. Meliputi pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan lama dari tahun ke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun,
4)      Daya tahan (durability) yakni tahan banting, misalnya meskipun krisis  moneter, sekolah masih tetap bertahan,
5)      Indah (aesteties) misalnya eksterior dan interior sekolah ditata menarik, guru membuat media-media pendidikan yang menarik,
6)      Hubungan manusiawi (personal interface) yakni menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan profesionalisme. Misalnya warga sekolah saling menghormati, demokrasi, dan menghargai profesionalisme,
7)      Mudah penggunaannya (easy of use) yakni sarana dan prasarana dipakai. Misalnya aturan-aturan sekolah mudah diterapkan, buku-buku perpustakaan mudah dipinjam di kembalikan tepat waktu,
8)      Bentuk khusus (feature) yakni keuggulan tertentu misalnya sekolah unggul dalam hal penguasaan teknologi informasi (komputerisasi),
9)      Standar tertentu (comformence to specification) yakni memenuhi standar tertentu. Misalnya sekolah telah memenuhi standar pelayanan minimal,
10)  Konsistensi (concistency) yakni keajengan, konstan dan stabil, misalnya mutu sekolah tidak menurun dari dulu hingga sekarang, warga sekolah konsisten dengan perkataannya,
11)  Seragam (uniformity) yakni tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu, seragam dalam berpakaian,
12)  Mampu melayani (serviceability) yakni mampu memberikan pelayanan prima. Misalnya sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk mampu dipenuhi dengan baik sehingga pelanggan merasa puas,
13)  Ketepatan (acuracy) yakni ketepatan dalam pelayanan misalnya sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah.
Dalam persaingan global, yang juga perlu dikembangkan bagi seorang guru adalah penguasaan bahasa asing. Dengan menguasai bahasa asing mereka akan mudah memperluas, memperdalam, dan meningkatkan pengetahuan karena dapat lebih banyak menyerap informasi, baik dari buku–buku berbahasa asing maupun lewat internet untuk mengembangkan kompetensi (Rivai dan Murni, 2009:901).
Faktor guru merupakan salah satu variabel input yang berpengaruh terhadap pencapaian kualitas pembelajaran. Proses pembelajaran akan menunjukkan kualitas tinggi apabila didukung oleh segala kesiapan input termasuk kinerja guru yang maksimal dalam kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar tidak hanya satu macam akan tetapi bermacam–macam yang dikemukakan oleh Gagne dalam Nasution (1999:63). Sudjana (2005:42) dalam penelitiannya menyampaikan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kompetensi guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%.
Menurut Mulyasa (2007:37), paling kurang ada 19 peran guru dalam kegiatan pendidikan yakni peran guru sebagai: pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu, model dan teladan, peribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.
Untuk menunjang tugasnya tersebut, maka guru harus memiliki kompetensi yang memadai. Mulyasa (2007:190) mengidentifikasi kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yakni kemampuan dasar (kepribadian), kemampuan umum (kemampuan mengajar), dan kemampuan khusus (pengembangan  keterampilan mengajar). Kemampuan dasar meliputi: beriman dan bertakwa, berwawasan Pancasila, mandiri penuh tanggung jawab, berwibawa, berdisiplin, berdedikasi, bersosialisasi dengan masyarakat, dan mencintai peserta didik serta peduli terhadap pendidikannya.
Kemampuan umum meliputi: 1) menguasai ilmu pendidikan dan keguruan; 2) menguasai kurikulum; 3) menguasai didaktik metodik umum; 4) menguasai pengelolaan kelas; 5) mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi peserta didik; dan 6) mampu mengembangkan dan aktualisasi diri. Sedangkan kemampuan khusus meliputi: keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, dan mengajar kelompok kecil dan perorangan.
B.                 Kompetensi Profesionalisme Guru
1.                  Pengertian Kompetensi
Finch & Crunkilton dalam Kunandar (2011:52) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Kompetensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang, akibat dari pendidikan maupun pelatihan, dan pengalaman belajar informal tertentu yang didapat, sehingga menyebabkan seseorang dapat melaksanakan tugas tertentu dengan hasil yang memuaskan, (Payong, 2011:17). Kompetensi menurut Usman, (2006:51) adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif, sedangkan menurut Syah (2000:230) kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan umum. Selanjutnya masih menurut syah kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak.
Lebih lanjut Gordon dalam Kunandar (2011:53) merinci beberapa aspek atau ranah yang ada dalam konsep kompetensi, yakni: (a) pengetahuan (Knowladge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya, (b) pemahaman (Understanding): kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien, (c) kemampuan (Skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik, (d) nilai, yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain–lain), (e) sikap, yaitu perasaan (senang tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji, dan sebagainya, (f) minat (Interest), yaitu kecendrungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.
Mulyasa, (2004:37) mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku–perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik–baiknya.
Menurut Nurhadi (2004:15) Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Sedangkan pengetahuan (knowledge) adalah ilmu yang dimiliki individu dalam bidang pekerjaan, dalam hal ini individunya adalah guru sebagai tenaga profesional. Menurut Robbins (2003: 51), kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Dalam pelaksanaan kurikulum satuan pendidikan, kemampuan sangat diperlukan dalam menunjang pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru.
Menurut Spencer and Spencer dalam Idawati (2004:5), ada lima jenis kompetensi, yaitu: Pertama, Knowledge. Ilmu yang dimiliki Individu dalam bidang pekerjaan atau area tertentu; Kedua, Skill. Kemampuan untuk unjuk kinerja fisik ataupun mental; Ketiga, Self Concept. Sikap Individu, nilai–nilai yang dianut citra diri, Keempat Traits. Karakteristik fisik dan respon yang konsisten atas situasi atau informasi tertentu; Kelima, Motives. Pemikiran atau niat dasar konstan dan mendorong individu untuk bertindak atau berperilaku tertentu. Skill dan knowledge seringkali disebut sebagai hardcompetence, sedangkan kompetensi self concept, traits dan motives disebut softcompetence.
Menurut Pusposutardjo dalam kunandar, (2011:53) seseorang dianggap kompeten apabila telah memenuhi persyaratan: (1) memiliki landasan kemampuan pengembangan kepribadian; (2) memiliki kemampuan penguasaan ilmu dan keterampilan; (3) memiliki kemampuan berkarya (Know to do); (4) memiliki kemampuan menyikapi dan berprilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri, menilai dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab; (5) dapat hidup bermasyarakat dengan bekerja sama, saling menghormati dan menghargai nilai–nilai pluralisme serta kedamaian.
2.                  Pengertian profesionalisme guru
Menurut Webstar dalam Kunandar (2011:45) Profesi diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Sedangkan profesional menurut Abrahamsson dalam Parkay dan Standford (2011:57) memiliki pengetahuan teoritis tingkat tinggi yang khusus, sekaligus metode dan teknik untuk menerapkan pengetahuan ini kedalam pekerjaan mereka sehari–hari… [Dan] disatukan oleh tingkat tinggi solidaritas dalam kelompok, yang muncul dari pelatihan umum serta kepatuhan umum pada doktrin dan metode tertentu. Sementara profesionalisme adalah sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya (Surya dalam Mardhan dkk, 2010:2).
Menurut Danim (2002:22) ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik. Pengetahuan adalah segala fenomena yang diketahui yang disistematisasikan sedemikian rupa sehingga memiliki daya prediksi, daya kontrol, dan daya aplikasi tertentu. Keahlian bermakna penguasaan substansi keilmuan, yang dapat dijadikan acuan dalam bertindak. Sedangkan persiapan akademik mengandung makna bahwa untuk mencapai derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu, diperlukan persyaratan pendidikan khusus, berupa pendidikan prajabatan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, khususnya jenjang perguruan tinggi.
Ilyas (1999:56) juga berpendapat bahwa tenaga profesional adalah sumber daya terbaik suatu organisasi sehingga evaluasi kinerja mereka menjadi salah satu variabel yang penting bagi efektifitas organisasi. Dalam pendidikan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional yang menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif.
Semiawan dalam Danim (2002:31) mengemukakan hierarki profesi tenaga kependidikan, yaitu: (1) tenaga profesional, (2) tenaga semiprofesional, (3) tenaga para-profesional.
a.       Tenaga profesional merupakan tenaga pendidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya S1 (atau yang setara), dan memiliki wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionalnya, misalnya guru senior yang membina guru yang lebih yunior.
b.      Tenaga semiprofessional merupakan tenaga kependidikan berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 (atau yang setara) yang telah berwenang secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian maupun pengendalian pengajaran.
c.       Tenaga paraprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D2 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan/pengajaran.
Sullivan dalam Case, (2009:9) mengidentifikasi tiga fitur pembentuk profesionalisme yaitu: (1) bahwa keahlian profesional adalah modal manusia, (2) selalu bergantung pada kemampuan untuk bisa dirundingkan berdasar beberapa upaya kolektif yang merupakan, (3) hasil politik sipil dimana kebebasan pengelolaan kelompok atas tujuan spesifik di imbangi oleh pertanggungjawaban kelompok tersebut kepada anggota lain komunitas sipil atas keberlangsungan sasaran dan standar yang disepakati publik. Sementara itu Fenstermacher dalam Case (2009:15) juga mengaitkan frofesionalisasi mengajar dengan dasar profesi tersebut, yang sebenarnya adalah dasar moral: Gaya profesionalisasi mengajar didasarkan terutama pada pengetahuan mengajar, bukan moral. Maka dari itu, gaya tersebut berpadu dengan ide–ide yang berhubungan dengan pengetahuan, seperti keahlian, keterampilan, kompetensi, objektifitas, validitas, dan penilaian. Namun… hal–hal ini bukanlah konsep yang menangkap makna penting mengajar. Konsep ini berperan tidak lebih dari sekadar pelaksanaan teknis yang tidak memiliki tujuan khusus.
Schein dalam Pidarta (2011:277) mengemukakan ciri–ciri profesional sebagai berikut: (1) bekerja sepenuhnya dalam jam–jam kerja (fulltime), (2) pilihan pekerjaan didasarkan pada motivasi yang kuat, (3) memiliki seperangkat pengetahuan, ilmu, dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama, (4) membuat keputusan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan atau menangani klien, (5) pekerjaan berorientasi kepada pelayanan, bukan untuk kepentingan pribadi, (6) pelayanan itu didasarkan pada kebutuhan obyektif klien, (7) memiliki otonomi untuk bertindak dalam menyelesaikan persoalan klien, (8) menjadi anggota organisasi profesi, sesudah memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu, (9) memiliki kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper dalam spesialisasinya, dan (10) keahlian itu tidak boleh diadvertensikan untuk mencari klien.
Masih menurut Surya dalam Kunandar (2011:47) guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas–tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode.
Menurut Tilaar (2000:328) Inti dari profesionalisme ialah kemampuan seseorang di dalam profesi tertentu untuk menerapkan pengetahuan dan keahliannya dalam memberikan servis sesuai dengan kemampuannya. Dan selanjutnya kemampuan tersebut dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sehingga kemampuan tersebut diakui dan dihargai setimpal dengan jasa yang telah diberikan. Disamping itu masih menurut Tilaar (2004:16) guru abad ke-21 adalah: 1) mempunyai kepribadian yang matang dan berkembang (mature and developing personality), 2) menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, 3) mempunyai keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik, dan 4) mengembangkan profesinya secara berkesinambungan.
Tilaar (2000:329) lebih lanjut mengatakan bahwa guru profesional yang memperoleh penghargaan masyarakat dapat kita lihat di dalam komponen–komponen yang dimiliki oleh seorang guru profesional sebagai berikut: Ilmu pengetahuan 20%, keterampilan 25%, insentif (fringe benefit) 60% dan dedikasi 5%. Kemampuan profesional mencakup: Penguasaan materi pelajaran, penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, penguasaan proses kependidikan dan keguruan (Alma, 2009:139).
Richey dalam Payong (2011:16) mengatakan bahwa sebagai profesi, guru memiliki ciri–ciri tertentu yakni; (1) adanya komitmen dari guru bahwa jabatan itu mengharuskan para pengikutnya menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih daripada mencari keuntungan diri sendiri, (2) suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan professional dalam jangka waktu tertentu, (3) harus selalu menambah pengetahuan agar terus menerus bertumbuh dalam jabatannya, (4) memiliki kode etik jabatan, (5) memiliki kemampuan intelektual untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi, (6) selalu ingin belajar terus menerus mengenai bidang keahlian yang ditekuni, (7) menjadi anggota dari suatu organisasi profesi, (8) jabatan itu dipandang sebagai suatu karir hidup.

Menurut Payong (2011:16) guru sebagai profesional memiliki karakteristik tertentu, karakteristik itu dapat dilihat dari beberapa aspek berikut: (a) kualifikasi dan kompetensi, (b) pengembangan profesional berkelanjutan, (c) dedikasi dan pelayanan, (d) kode etik profesi dan kolegialitas dalam organisasi profesi dan (e)  penghargaan publik. Sedangkan Suryadi dan Mulyana (1993:21) mengemukakan bahwa kompetensi guru bertolak dari analisis tugas-tugas guru baik sebagai pengajar, pembimbing maupun administrator didalam kelas. Kompetensi guru terdiri dari; (1) menguasai bahan pelajaran, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media atau sumber belajar, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7) menilai prestasi belajar, (8) mengenal fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan, (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, (10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Pekerjaan

Manajemen Sumber Daya Manusia