Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI
SUATU PERJALANAN MENCARI KEBENARAN SEJATI
A.
Pendahuluan
Ilmu-ilmu
yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain, dan tolok ukur keterkaitan
ini memiliki derajat yang berbeda-beda. Sebagian ilmu merupakan asas dan
pondasi bagi ilmu-ilmu lain, yakni nilai dan validitas ilmu-ilmu lain
bergantung kepada ilmu tertentu, dan dari sisi ini, ilmu tertentu ini
dikategorikan sebagai ilmu dan pengetahuan dasar. Sebagai contoh, dasar dari
semua ilmu empirik adalah prinsip kausalitas dan kaidah ini menjadi pokok
bahasan dalam filsafat, dengan demikian, filsafat merupakan dasar dan pijakan
bagi ilmu-ilmu empirik. Begitu pula, ilmu logika yang merupakan alat berpikir
manusia dan ilmu yang berkaitan dengan cara berpikir yang benar, diletakkan
sebagai pendahuluan dalam filsafat dan setiap ilmu-ilmu lain, maka dari itu ia
bisa ditempatkan sebagai dasar dan asas bagi seluruh pengetahuan manusia.
Namun,
epistemologi (teori pengetahuan), karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu
manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang
bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan.
Walaupun ilmu logika dalam beberapa bagian memiliki kesamaan dengan
epistemologi, akan tetapi, ilmu logika merupakan ilmu tentang metode berpikir
dan berargumentasi yang benar, diletakkan setelah epistemologi.
Hingga
tiga abad sebelum abad ini, epistemologi bukanlah suatu ilmu yang dikategorikan
sebagai disiplin ilmu tertentu. Akan tetapi, pada dua abad sebelumnya,
khususnya di barat, epistemologi diposisikan sebagai salah satu disiplin ilmu.
Dalam filsafat Islam permasalahan epistemologi tidak dibahas secara tersendiri,
akan tetapi, begitu banyak persoalan epistemologi dikaji secara meluas dalam
pokok-pokok pembahasan filsafat Islam, misalnya dalam pokok kajian tentang
jiwa, kenon-materian jiwa, dan makrifat jiwa. Pengindraan, persepsi, dan ilmu
merupakan bagian pembahasan tentang makrifat jiwa. Begitu pula hal-hal yang
berkaitan dengan epistemologi banyak dikaji dalam pembahasan tentang akal,
objek akal, akal teoritis dan praktis, wujud pikiran, dan tolok ukur kebenaran
dan kekeliruan suatu proposisi. Namun belakangan ini, di Islam, epistemologi menjadi
suatu bidang disiplin baru ilmu yang mengkaji sejauh mana pengetahuan dan
makrifat manusia sesuai dengan hakikat, objek luar, dan realitas
eksternal.
Latar
belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu adalah karena para pemikir
melihat bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat
penghubung manusia dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa
melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan
demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan
berupaya membangun struktur pengindraan valid yang rasional. Namun pada sisi
lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak persoalan mengenai
akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling kontradiksi
dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran aliran Sophisme
yang mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk
eksistensi eksternal.
Dengan
alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius sedemikian sehingga filosof
Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika sebagai aturan
dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini masih
digunakan. Lahirnya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya validitas akal
dan indra lahir sedemikian sehingga untuk kedua kalinya berakibat memunculkan
keraguan terhadap nilai akal dan indra lahir di Eropa, dan setelah Renaissance
dan kemajuan ilmu empirik, lahir kembali kepercayaan kuat terhadap indra lahir
yang berpuncak pada Positivisme. Pada era tersebut, epistemologi lantas menjadi
suatu disiplin ilmu baru di Eropa yang dipelopori oleh Descartes (1596-1650)
dan dikembangkan oleh filosof Leibniz (1646–1716) kemudian disempurnakan oleh
John Locke di Inggris.
Ada tiga hal pokok yang muncul bila manusia
berpikir, yaitu : hal tentang ada yang menjadi
bahasan ontologi, hal tentang pengetahuan akan kebenaransejati yang menjadi bahasan epistemologi, dan hal tentang nilai yang menjadi bahasan aksiologi.
Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam
pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan
secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Pokok kajian
epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai
hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic kata
"Epistemologi" berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata "Episteme" dengan arti
pengetahuan dan kata "Logos"
berarti teori, uraian, atau alasan.
Menurut Musa
Asy’arie, epistemologi
adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu
sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip
kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.Sedangkan, P.Hardono
Hadi menyatakan, bahwa epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
D.W
Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Epistemologi juga dapat diartikan
sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan
istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan
sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut
filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai
hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Epistemologi juga disebut sebagai cabang
filsafat yang relevansi dengan sifat dasar dan ruang lingkup pengetahuan,
pra-anggapan-pra-anggapan, dan dasar-dasarnya, serta rehabilitas umum dari
tuntutan akan pengetahuan. Epistemologi secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai cabang filsafat yang mengkaji asal mula, struktur, metode, dan validity
pengetahuan. Berdasarkan berbagai defenisi itu dapat diartikan, bahwa
epistemologi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang meliputi :
1. Filsafat,
yaitu sebagai cabang filsafat yang berusaha mencari hakikat dan kebenaran
pengetahuan.
2. Metode,
sebagai metode bertujuan mengatur manusia untuk memperoleh pengetahuan.
3. Sistem,
sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu
sendiri.
Masalah utama dari epistemologi adalah
bagaimana cara memperoleh pengetahuan, begitu luasnya tentang epistemologi,
maka dalam bahasan ini akan dijelaskan tentang masalah urgensi (pentingnya)
epistemologi, metode-metode untuk memperoleh pengetahuan, dan apa yang
diungkapkan oleh metode tersebut. Istilah "Epistemologi" dipakai
pertama kali oleh J. F. Feriere dari
Institute of Metaphysics pada tahun 1854 Masehi, dengan tujuan membedakan
antara 2 cabang filsafat yaitu : epistemologi dengan ontologi.
B.
Urgensi Epistemologi
Sebenarnya baru dapat dikatakan
berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan
epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia
mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen
untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna
pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu
sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan
segenap yang dapat diketahui tentang sesuatu objek tertentu. Pengetahuan
merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut
memperkaya kehidupan manusia, sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan
manusia seandainya tidak ada pengetahuan sebab urgensi pengetahuan bagi
berbagai pengetahuan yang muncul dalam kehidupan.
C.
Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu
kata "methos" yang terdiri dari unsur kata berarti cara, perjalanan
sesudah, dan kata "kovos" berarti cara perjalanan, arah. Metode
merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa
proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu
penelitian dan kajian ilmiah. Pertanyaan utama dalam permasalahan epistemologi
(pengetahuan) yang dimunculkan dan dibahas adalah mengenai bagaimana cara
memperoleh tentang pengatahuan? atau lebih tepatnya bagaimana metode untuk
memperoleh pengetahuan?. Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode
untuk memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah :
1.
Metode
Empirisme
Menurut paham empirisme, metode untuk
memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu
pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui pengamalan indera
manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab
kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka
pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera.
Menurut John Locke (Bapak Empirisme
Britania) berkata, waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku
catatan kosong, dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
indera. Akal merupakan sejenis tempat penampungan, yang secara prinsip menerima
hasil-hasil penginderaan tersebut. Proses terjadinya pengetahuan menurut
penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang
merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan
ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah
tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini.
Kesimpulannya adalah metode untuk
memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman
inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
2.
Metode
Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme,
karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah
melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman,
melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk
memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme),
bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang
terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
Sejenis perantara khusus, yang dengan
perantara itu dapat dikenal kebenaran.
Suatu teknik deduktif yang dengan
memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan
melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut
rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam
penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
3.
Metode
Fenomenalisme
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman abad
XX yang melakukan kembali metode untuk memperoleh pengetahuan setelah
memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh David Hume terhadap
pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme. Menurut Kant, metode untuk
memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan
pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal rasionalisme. Ada empat
macam pengetahuan menurut Kant :
Pengetahuan analisis a priori
yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur pengetahuan
yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang ada sebelum pengalaman.
Pengetahuan sintesis a priori,
yaitu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk
pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal yang biasanya
terpisah.
Pengetahuan analitis a posteriori,
yaitu pengetahuan yang terjadi sebagai akibat pengalaman.
Pengetahuan sintesis a posteriori
yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang mempersatukan dua akibat dari
pengalaman yang berbeda.
Menurut
Kant, syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah:
a. Bersifat
umum dan bersifat perlu mutlak.
b. Memberi
pengetahuan yang baru.
Pengetahuan tentang gejala (phenomenon)
merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena ia dasarkan pada pengalaman
inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan memakai empirisme dan
rasionalisme dalam metode fenomenologinya untuk memperoleh pengetahuan.
4.
Metode
Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode
untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi tentang kejadian sesuatu secara
nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut Henry Bergson, penganut
intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui suatu pengetahuan
secara langsung. Metode intuisionisme adalah metode untuk memperoleh
pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh manusia. Jadi
penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa
menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya mengatur bahwa
pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.
5.
Metode
Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh
pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran
sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Metode ilmiah diawali
dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis
dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan
dengan metode ilmiah dibuktikan hipotesa, yaitu usulan penyelesaian berupa
saran dan sebagai konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan
memerlukan verifikasi dalam proses hipotesis ini. Kegiatan akal bergerak keluar
dari pengalaman mencari suatu bentuk untuk didalamnya disusun fakta-fakta
secara nyata.
Untuk memperkuat hipotesa dibutuhkan dua
bahan-bahan bukti :
Bahan-bahan keterangan yang diketahui
harus cocok dengan hipotesa tersebut.
Hipotesa itu harus meramalkan
bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya.
Pada
metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada
hakikatnya bersifat rasionalistis dan merupakan suatu faktor penting didalam
metode ilmiah.
D.
Landasan Epistemologi
Epistemologi
juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi, istilah
etomologi berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal
mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam
metafisika, pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam
epistemologi pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?”
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
(1) Bagaimanakah manusia dapat
mengetahui sesuatu?
(2) Dari mana pengtahuan itu dapat
diperoleh?
(3) Bagaimanakah validitas pengetahuan
itu dapat dinilai?
(4) Apa perbedaan antara pengetahuan a
priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori
(pengetahuan purna pengalaman).
Epistemologi
meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik
akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang
akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman, atau
kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud
dengan epistemologik, sehingga dikenal dengan adanya model-model epiostemologik
seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasinalisme kritis,
positivisme, fenomonologis dengan berbagai variasinya.
Pengetahuan
yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
1. Metode Induktif, Induksi yaitu suatu
metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam
suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan
tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal. Dalam induksi, setelah
diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu
mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori
ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang.
Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu
pengetahuan yang disebut sintetik.
2. Metode Deduktif, Deduksi ialah suatu
metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam
suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode
deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu
sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori
tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan
teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris
kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
3. Metode Positivisme, Metode ini
dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang
telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala
uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, iamenolak
metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan
segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu
pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
4. Metode Kontemplatif, Metode ini
mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya
dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang
diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti
yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Metode Dialektis, Dalam filsafat,
dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya
diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan
kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang
ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Epistemologi mempermasalahkan
kemungkinan mendasar mengenai pengetahuan[very possibility of knowledge]. Dalam
perkembangannya epistemology menampakkan jarak yang asasi antara rasionalisme
dan empirisme, walaupun sebenarnya terdapat kecenderungan beriringan.
Landasanepistemology tercermin
secara operasional dalam metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah merupakan
cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan dengan berdasarkan :
1. Kerangka pemikiran yang bersifat
logis dengan argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang
telah berhasil disusun;
2. Menjabarkan hipotesis yang merupakan
deduksi dari kerangka tersebut dan melakukan verifikasi terhadap hipotesis
termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan secara factual.
Suatu
Pertanyaan :
-
Bagaiman
proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ?
-
Bagaimana
prosedurnya ?
-
Hal-hal
apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?
-
Apa
yang disebut kebenaran itu sendiri ?
-
Apakah
kriterianya ?
-
Cara/teknik/sarana
apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ? Inilah
kajian epistemology .
DASAR EPISTEMOLOGI ILMU
Epistemologi
atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat
dalam usaha kita memperoleh pengetahuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Ilmu lebih bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut keilmuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Ilmu lebih bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut keilmuan.
Hakikat
keilmuan tidak berhubungan dengan "titel" atau "gelar
akademik", profesi atau kedudukan, hakikat keilmuan ditentukan oleh cara
berpikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan.
E.
Kesimpulan
Berdasarkan keterangan dari kelima
metode tersebut dapat tergambar bahwa masing-masing metode mengklaim dirinyalah
yang paling bagus dan berhak diakui sebagai metode epistemologi yang cocok. Hal
demikian akan menyebabkan selalu timbul permasalahan epistemologi.
Masing-masing metode epistemologi bagus dan cocok menurut kerangka dan pola
epistemologi mereka masing-masing. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan,
bahwa masalah epistemologi adalah masalah yang berkaitan dengan eksistensi
epistemologi dan hal ini sangat penting dalam mengantarkan manusia
berpengetahuan.
DAFTAR USTAKA
Abbas
Hamami. 1997. Epistemologi Ilmu. Yogyakarta : Fakultas Filsafat Universitas
Gadjah Mada
Anoliab,
Watloly. 2005. Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan Epistimologi Secara
Kultural . Yogyakarta : Kanisius
Harun
Hadiwijono. 1980. Sari SejarahFilsafat Barat 2. Yogyakarta : Kanisius
Kattsoff,
Louis O. Pengantar Filsafat . Terjemahan oleh Soejono Soemargono. 1992.
Yogyakarta : Tiara Wacana
Miska,
Muhammad Amin. 1983. Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam.
Jakarta : UI Press
Pudjawijatna.
1963. Pembimbing Kearah Alam Filsafat . Jakarta : Pembangunan Djakarta
Sudarsono.
1993. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar . Jakarta : Rineka Cipta
Yuyun,
S. Suriasumantri. 1989. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer . Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan
Komentar
Posting Komentar